Tim Ad Hoc PBSI menyebut persoalan nonteknis menjadi faktor Fajar Alfian dkk gagal meraih emas, atau bahkan melaju jauh, di Olimpiade 2024 walaupun secara penampilan sudah oke.
Demikian disampaikan juru bicara Tim Ad Hoc Olimpiade Yuni Kartika, mengevaluasi penampilan tim bulutangkis di mutlievent paling bergengsi sejagat raya tersebut.
Seperti diketahui, tim bulutangkis Indonesia yang digadang-gadang bisa meneruskan tradisi medali emas pada akhirnya harus puas dengan torehan medali perunggu lewat persembahan tunggal putri Gregoria Mariska Tunjung. Sektor itu sejatinya tak diunggulkan. Sejak awal PBSI berharap pada sektor ganda putra dan tunggal putra, terlebih melihat rentetan prestasi yang dicatatkan di turnamen-turnamen sebelum Olimpiade.
Baca juga: Selamat Datang, Gregoria! Berkatmu, Tradisi Medali Bulutangkis Terjaga |
“Kita enggak bisa bilang ini kalah di mana karena persaingan semuanya rata. Cuma yang kami ingin evaluasi adalah penampilan mereka itu seharusnya maunya lebih baik lagi supaya bisa ada kemenangan,” kata Yuni kepada pewarta di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng.
“Tapi memang masalah nonteknisnya cukup terlihat ya mengganggu. Sebenarnya lawan juga gugup lah, enggak Indonesia saja. Kami melihat justru pada saat pertandingan itu kita yang justru harus kalah, padahal secara ranking dan rekor pertemuan kita lebih baik,” tuturnya.
Selama mempersiapkan diri menuju Olimpiade 2024, PBSI telah membentuk tim Ad Hoc atau satuan tugas demi mendukung prestasi olahraga bulutangkis dan mewujudkan target emas.
Baca juga: Medali Indonesia di Olimpiade: Momennya Panjat Tebing dan Angkat Besi |
Mulai dari tim gizi, psikolog, fisik, dokter, sport science, hingga mentor-mentor yang merupakan peraih medali emas di Olimpiade sebelumnya. Meskipun secara waktu bisa dikatakan cukup mepet karena dilakukan enam bulan sebelum pertandingan.
Namun, tetap saja kiprah bulutangkis paling jauh hanya semifinal Olimpiade 2024 lewat perjuangan Gregoria. Sementara rekannya yang lain sudah lebih dulu tersingkir di fase grup dan babak perempatfinal.
“Kami melihat beberapa atlet tuh tampil pertama di Olimpiade ini. Mungkin juga kayak Fajar/Rian ya ini mungkin juga enggak gampang bagi mereka,” Yuni menjelaskan.
Baca juga: Tim Ad Hoc PBSI: Perunggu Gregoria Jadi Angin Segar Tunggal Putri RI |
“Sebenarnya ada kesempatannya, cuma di akhir game waktu-waktu setting lawan Liang Weikeng/Wang Cang nomor 1 China, memang kalah di 2 game, kalah tenang sih 1-2 poin. Nah, sebenarnya hal-hal seperti itu. Kalau teknik dan fisik kita enggak merasa kurang atau bagaimana. Kita cukup bisa bersaing karena mereka juga sudah pernah juara oleh All England, dan super lainnya. Justru faktor ini yang masih kami cari, kenapa di pertandingan seperti itu justru harus kalah.”
“Jangan dibilang, ‘oh ini-ini enggak lolos grup ini itu’. Enggak, enggak kayak begitu. Musuhnya sekarang itu rata, jadi bisa ketemunya di mana saja. Kalau bicara Toma (Prancis) ketemu Ginting di fase grup, memang lawannya ini penampilannya menggila. Maksudnya, saya enggak pernah lihat dia main, sebagus itu di turnamen sebelumnya ya. Mungkin faktor tuan rumah dan juga fighting spirit yang luar biasa. Saya lihat sih Ginting mainnya normal di situ, tapi saya kira lawan bermain sangat baik,” ucap Yuni.
“Sementara Jonatan, harus diakui ada faktor kegugupan di sana, sudah memimpin dulu 5-0 kan di awal game. Tapi dia enggak bisa menyelesaikan dengan baik ketika tersusul. Nah hal ini yang akan kami pelajari dan kami ingin dapet banget insight dari mentor itu apa, melihat pertandingan seperti ini di Olimpiade, itu juga kita tunggu masukan dari mereka,” tutur Yuni.
(mcy/krs)